MENDUNG DI ATAS PASIR PUTIH

Di tengah panasnya terik matahari, aku berjalan menyusuri pantai ditemani deru ombak yang kian mengguncang. Anak-anak kecil berlarian di pinggir pantai dengan wajah riang seakan tak peduli dengan panasnya matahari yang menusuk. Sungguh indah melihat ombak biru dengan pemandangan alam sekitar yang hijau di tengah bebatuan berwarna coklat. Bukit-bukit kecil yang mengelilingi pantai melengkapi keindahannya.
Namun keindahan yang aku nikmati berangsur-angsur hilang di terpa angin yang bertiup kencang. Sesaat aku tertegun melihat onggokan rumput laut dan daun-daun kering yang berserakan di sekitarku. Tidak hanya satu atau dua. Saat aku membuang pandanganku jauh ke sana, kulihat banyak sekali rumput laut yang sudah mengering, berayun-ayun di bawa ombak ke pinggiran. Seakan-akan aku tidak berjalan di atas pasir putih melainkan di atas pecahan kaca yang menusuk kakiku. Dalam hatiku berkata mengapa tempat ini tidak dijadikan saja alam liar bagi hewan-hewan yang berkeliaran dan tidak punya tempat tinggal, bagi tumbuh-tumbuhan liar yang bebas hidup dimana saja.
Sejak kecil aku selalu mendengar cerita tentangmu yang begitu indah dengan ombak biru dan pasir putih, bukit-bukit batu yang mengelilingi dengan lantai rumput kering. Selama ini aku selalu membayangkan, suatu saat aku akan menginjak pasir putih dengan keindahan di sekelilingnya seperti yang aku dengar dulu, tetapi yang aku dapati saat ini hanyalah sebuah cerita dongeng.  Kudapati sejumlah pondok yang yang tidak terurus  berjajar rapi di pesisir. Dindingnya yang terbuat dari kayu sudah mulai rusak dimakan rayap. Betapa pilu aku melihat negeri khayangan itu.
Sore itu, aku melihat sebuah mahakarya yang luar biasa. Tak pernah aku menyaksikan keindahan seperti ini di tempat lain yang pernah aku singgahi. Langit berwarna kuning kemerahan menemani matahari yang perlahan-lahan masuk ke peraduannya. Bersamaan dengan itu, ada janji yang terkubur dalam hati. Kalau tidak terkabulkan maka aku telah mati. Aku mulai bergegas untuk kembali ke rumah. Di sepanjang perjalanan, aku masih bisa menikmati keindahan bukit-bukit batu, pohon-pohon lontar yang berdiri tegak, rumput ilalang yang berayun di terpa angin yang bertiup lembut membuat hati ini tenang kembali. Di pintu keluar, aku melihat tulisan “SELAMAT JALAN TANJUNG BASTIAN”. Sepertinya aku ingin berada di sini untuk waktu yang lama.
Hari ini aku datang dengan kamera tak berlensa. Ketika lensanya ada, aku akan datang mengabadikanmu. Aku akan datang dan menjadikanmu tempat terindah seperti khayalan masa kecilku.

0 komentar: